Saya harus menegaskan di awal posting ini bahwa saya sangat suka flirting. Dan belakangan baru saya rasakan, kesukaan saya akan flirting merupakan bawaan lahir. Bukan genetis tentu saja, karena saya tak pernah melihat ibu atau bapak saya melakukan hal yang sama. Melainkan bakat. Saya pernah membahas hal ini dengan salah seorang rekan kerja di sela-sela obrolan pagi sambil menikmati kopi, dan dia menganjurkan saya untuk menulisnya, agar menjadi semacam pelajaran bagi mereka yang ingin mulai melakukan pendekatan.
Saya mengatakan tidak, meskipun toh saya tulis juga akhirnya. Tapi tetep bukan dalam bentuk tips, melainkan opini saja.
Begini, kalau kita bicara tentang korelasi antara bakat dan keberhasilan, pertama kita harus menciptakan kategori. Menulis juga merupakan bakat. Tetapi kita hanya membutuhkan kurang dari sepuluh persen saja untuk memenuhi seratus persen keberhasilan menciptakan sebuah tulisan. Jelas, bakat memiliki peran relatif sedikit di sini. Yang mendominasi keberhasilan menulis sebenarnya adalah usaha dan keengganan untuk menyerah.
Lain dengan flirting. Kita tidak terlalu membutuhkan usaha, karena (terutama bagi saya), flirting adalah sebuah tindakan spontan. Begitu kita berhadapan dengan seseorang, secara otomatis tubuh kita akan membentuk gesture tertentu dan kata-kata seolah tercetak begitu saja di otak.
Oke, sekarang saya bekerja di tempat yang mengharuskan saya berinteraksi dengan banyak orang. Wajah berhadapan dengan wajah, bukan sekedar impresi yang tercipta di otak melalui suara. Dan kerapkali saya menemukan sosok-sosok menarik di tempat kerja baru saya. Barangkali inilah yang membuat saya akhirnya sadar, bahwa kemampuan (plus keinginan) flirting merupakan bawaan lahir. Karena di antara rekan-rekan kerja saya yang lain, sayalah yang paling suka merayu.
Saya contohkan, ketika saya menjumpai kembali wajah seseorang yang pernah bertukar obrolan seru tentang film, saya spontan berkata 'Hei, I recognize your face. How're you doing?' Atau kali lain, ketika saya bertemu orang yang berbeda yang saya kenali wajah juga kebiasaannya, spontan saya menyapa 'Hello Belluci's number one fan...' Dan senangnya, pria-pria jaman sekarang tidak lagi konservatif dengan menganggap hal ini sebagai compliment biasa. Artinya mereka tidak lantas kege-eran. Dan Anda tentu bisa menebak, interaksi kami selanjutnya berlangsung lebih seru lagi.
Orang yang suka flirting seperti saya, kadang melakukan penyangkalan, bahwa itu dilakukan sekedar untuk beramah tamah. Tapi saya bilang, ramah tamah hanya berhenti pada senyum dan sapaan standar 'apa kabar?'. Pun, ramah tamah tidak disertai dengan gesture. Please, jangan berpikir terlalu jauh dengan membayangkan saya bergerak terlalu vulgar dengan menyorongkan dada saya misalnya, definitely not like that! Saya hanya membuat posisi saya lebih terbuka sehingga menunjukkan pada mereka, pria-pria itu, bahwa saya siap untuk obrolan lebih lanjut.
Dan jangan salah sangka juga, flirting adalah kata lain dari approach kecil-kecilan. Bukan berarti kita meniatkan diri untuk berhubungan lebih. Nope! I have one already in my heart, and two would make it too much. Flirting adalah flirting, dan salah atau benarnya tak bisa saya katakan. Siapalah saya? Saya tidak dalam kapasitas untuk menilai sesuatu.
Postingan kali ini (sekali lagi) bukan sebagai tips atau sesuatu yang layak dicontoh. Saya tetap berpegang teguh bahwa flirting adalah bakat. Tapi untuk Anda yang niat ingin memulai (karena barangkali sekarang sudah menemukan seseorang yang layak untuk diflirtingin), itu juga bukan hal yang mustahil. Meskipun di awal saya bilang bahwa flirting adalah bakat, tapi bisa banget dipelajari. Baca buku, novel, chicklit, tonton banyak film, buka mata dan lihat kejadian sekitar, and see how people behaves. Kalau target kalian adalah sosok smart, witty, fun, flirting ala Carrie Bradshaw bisa banget dicoba. Tapi saya tetap berpesan satu hal yang terdengar klise, mudah diucapkan, namun butuh perjuangan untuk melakukannya (karena godaan di luar sungguh luar biasa) : BE YOURSELF!