18 June 2008

the world of my own

...seandainya, di sekitar kita, semua sama...

Kalimat pertama dari lirik lagu Tia (waktu masih pakai titel AFI di belakang namanya), Di Sekitar Kita. Daleeem banget, mau tak mau jadi inget 'dia', dan memang lagu ini pagi ini saya kirimkan buat dia. Enaknya jadi penyiar radio, kalau ada uneg-uneg di hati, langsung bisa dikeluarkan lewat lagu.

Tapi habis dengerin lagu itu, kok jadi pengen coba-coba dengerin lagu lain ya? Nah, ada beberapa list yang saya dengerin hari ini, di antaranya :

Dakota Moon, A Promise I Make
Dari awal dulu, jaman-jaman SMU, pertama kali menyimak lirik lagu ini, langsung jatuh cinta habis-habisan deh. Gimana ya, kok bisa ada orang yang merangkai kata-kata seindah ini?

Lighthouse Family, Lost In Space
Aiiih, dalem liriknya. Sama deh, ama yang di atas. Kok bisa ya, orang merangkai kata-kata seperti itu?

Coldplay, The Scientist
Ngaku deh, nggak ada alasan untuk nggak suka lagu ini kan? Tell me you love me, comeback and haunt me. Oh and I rust to the start...

Dygta feat Meda, Hampa Dirimu
Dari film yang (menurut saya) kurang bagus, Me vs High Heels, tapi lagu-lagu di album soumdtracknya hampir semua bagus. Salah satunya, yang ini.

Efeknya, setelah mendengarkan lagu-lagu tadi, menjadikan hari ini sebagai another mellow day. Tapi maaf ya, kali ini saya nggak pengen membaginya dengan siapa-siapa.

16 June 2008

demi selapis asap penyesak hidung

Sore kemarin, salah seorang sahabat saya datang berkunjung, atas permintaan saya. Seperti biasa, dia selalu membawa sebungkus rokok untuk dinikmati berdua. Udara yang belakangan agak dingin memang enak dihabiskan untuk merokok dan aling bertukar cerita. Dan beberapa hari belakangan ini, ada saja yang berkunjung dan ikut memanfaatkan asbak yang sedianya saya sediakan untuk 'dia'. Saya sih, senang-senang saja.

Sayangnya, tidak semua teman perokok saya punya kesadaran untuk membawa korek sendiri. Betapa vitalnya keberadaan korek bagi seorang perokok. Untungnya 'dia' udah meninggalkan korek khusus untuk saya pakai di rumah. Tapi sayang, korek yang dia tinggalkan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Akhirnya, saya mengajak sahabat saya menuju dapur yang letaknya lumayan jauh dari kamar saya...untuk mengambil api. Kompor hidup, dan sahabat saya menunduk di atasnya dengan rokok terselip di bibir. Tapi kok tiba-tiba bau aneh ya?

Oh, ternyata tidak hanya ujung rokok yang berasap, tapi juga poni serta sebagian alis sahabat saya ikut berasap, meranggaskan sedikit bagian dari poninya.

Ah, untuk sedikit kesenangan, ada saja yang harus dikorbankan. Dan memang, sore itu jadi penuh tawa untuk kami berdua. Terlupakanlah sedikit sedih yang saya rasakan sebelumnya.

11 June 2008

satu lagi, 'pertama kali' kita...

Kita selalu akan mengalami 'hal pertama'. Dan ketika itu berkaitan dengan hubungan, kita bisa menyebutnya pertama kali bertemu dengannya, pertama kali menerima email dari dia, pertama kali minum kopi bareng, pertama kali saling menggenggam tangan, pertama kali berciuman, dan akan terlewati lagi banyak 'pertama kali' yang lain, sepanjang hubungan terus berjalan.
Semalam, terlewati lagi satu 'pertama kali' bagi saya, uhm... I mean, kami. Dia dan saya. Pergi ke bioskop dan nonton, yang biasanya dijadikan ajang kencan standar pedekate, justru kami lakukan setelah sekian bulan menjalani hubungan. Tak masalah, karena justru setelah menunggu sekian lama, penghayatannya lebih terasa ketika kita menjalaninya.
Dan film yang saya tonton semalam, pas benar. Film yang sudah ingin sekali saya lihat sejak saya membaca sinopsisnya, bahkan sebelum rilis. P. I Love You,yang diangkat dari novel Cecilia Ahern. Saya tak akan bercerita banyak tentang film ini. Yang pasti, dari menit pertama sampai akhir saya tak berhenti meneteskan airmata. Ah, darling, makasih ya, kamu maniiis sekali. Dan makasih juga untuk bahunya...

07 June 2008

romansa detik terakhir

...atau last second romance, saya menyebutnya. Pernahkah Anda memperhatikan adegan-adegan ending di film - drama romantis khususnya - ketika si tokoh utama harus mendapatkan sesuatu, sementara waktu terus berlari dan rasanya mustahil untuk sampai di tempat pada waktunya. Yah, kira-kira seperti repotnya Hugh Grant sekeluarga untuk mendatangi konferensi pers Julia Roberts di Notting Hill. Hmm, seandainya kejadian nyata bisa diset sedemikian rupa, sehingga kita selalu dapat tiba di tempat pada waktunya, atau kalaupun beberapa menit terlambat, kita pasti terpikir untuk mengatakan sesuatu yang heroik sehingga selalu diijinkan untuk tetap melakukan apa yang jadi tujuan Anda.

Dalam hidup, saya selalu menginginkan hal itu terjadi. Bagi saya, hal-hal heroik semacam itu berkesan romantis. Seperti misalnya, saya akan lebih suka dilamar dengan cara spektakuler daripada acara lamaran konvensional menghadap orang tua. Tapi kalau soal itu sih, tergantung juga sama yang melamar ya.

Yup, kembali lagi ke romansa detik terakhir tadi. Kemarin malam baru saja saya mengalaminya, menjadi pelaku romansa detik terakhir. Saya menggambarkan diri saya saat itu seperti tokoh novel atau buku dalam sebuah ending. Waktu, kesempatan, dua kata itu bermunculan di benak saya. Saya memutuskan untuk mengambil resiko. Melakukan sesuatu, dan bukannya cuma duduk diam menunggu. Meskipun jika menunggu aja barangkali hasilnya akan lebih baik lagi.

Kurang jelas? Oke, barangkali saya perlu bercerita lebih detail.

Kemarin malam, hubungan saya berada di ujung tanduk, atau setidaknya begitu bagi saya. Saya melakukan hal yang saya tahu dia tidak bakal menyukainya. Saya melakukannya sekedar untuk membuat dia marah, karena saya kecewa. Kurang bijaksana? Memang, saya sadar itu. Bisa dibilang, yang muncul kemarin malam adalah the impulsive Kennisa. Benar dugaan saya, dia marah. Belum pernah saya melihat kekasih saya sedingin itu. Saya merasa bersalah, tentu aja. Yang terlintas dalam pikiran saya dalam waktu-waktu seperti itu pastinya hanya satu hal. Barangkali malam ini akan menjadi sebuah akhir.

Dan seandainya harus berakhir sekarang, ada satu hal yang ingiiiin sekali saya lakukan. Saya tidak memikirkan sukses tidaknya rencana itu. Saya hanya ingin dia tiba-tiba melihat saya di tempat yang sama sekali tidak diduganya. Rumah Sakit, karena memang di sanalah dia berada saat itu. Masih dengan rambut basah, saya menyambar tas dan mengisi dengan barang sekenanya, lalu keluar mencari taksi. Tujuan saya cuma satu, rumah sakit langganan dia.

Sampai di depan UGD, saya mencoba mengirim pesan kepadanya. Tak berani menelpon, karena selalu direject. Dan, shit! Handphone saya lowbat. Saya mendapatkan jawabannya dalam waktu singkat, ketika nyawa handphone saya tinggal sejengkal.

"Ada apa di ... (nama Rumah Sakit langganannya)?"

Saya menjelaskan bahwa saya ada di luar dan menunggunya keluar. Sampai jam berapapun. Dan saat itu juga, alat komunikasi saya mati. Saya berlari menuju wartel, untuk menghubungi dia. Tak ada jawaban. Sampai akhirnya terima kasih Tuhan, tangan saya meraba charger di tas. Lantas, dengan memelas, saya memohon bapak penjaga wartel untuk mengijinkan saya menghidupkan handphone sebentar saja. Dan benar, ada satu pesan jawaban dari dia.

"Aku di ... (Menyebut nama rumah sakit yang berjarak beberapa kilometer dari rumah sakit tempat saya berada sekarang). Sayang kenapa di RS? Sebenernya aku mau ke tempat kamu, tapi kamu pergi?"

Ya, Tuhan. Saya tak tahu harus menangis atau tertawa. Sesuatu yang saya prediksikan untuk menjadi heroik, romantis sekaligus sedih, pendek katanya emosional, kenapa jadinya malah konyol begini. Dan yah, akhirnya saya bertemu dia. Banyak yang ingin saya katakan, emosi yang ingin saya tumpahkan, tapi saya terlalu capek. Dan geli.

Dan kelanjutan cerita rasanya tak usah saya ceritakan aja. Yang pasti tidak seperti pikiran negatif saya sebelumnya, malam itu bukan sebuah akhir. Dan ya, saya sangat bahagia.

For you, you know who you are...
Thank you, for the love, the understanding...
And every little things you do...
(Dan maaf, isi SMSnya aku tulis di sini)

dressed in love

Some labels are best left in the closet. But now, I'm dressed from head to toe in love...that only label that never goes out of style...
(Sex and the City, The Movie)