25 August 2007

say it!

"Ken... maafin aku yang tidak pernah bisa menjadi seperti yang kamu harapkan. Aku sayang sama kamu, please jaga diri baik-baik. Janji sama aku kamu bakal hidup dengan baik... sekali lagi maaf karena kadang aku menjadi sahabat yang kurang perhatian sama kamu"

Begitu kira-kira kata seorang sahabat saya ketika dia putus asa. Tau kan, ini adalah kalimat yang biasa digunakan ketika seseorang benar-benar pamitan. Untunglah, otaknya masih menyisakan sedikit ruang untuk kesadaran, sehingga rencana tersebut urung dilakukan. Saya senang, karena saya belum ingin kehilangan dia. Belum begitu banyak yang kami lakukan bersama.


Dan sebenarnya bukan itu yang menjadi inti cerita saya sekarang.

Tapi mengenai perasaan menyesal, yang pasti pernah dialami oleh siapapun. "Seandainya dulu saya..." setidaknya beberapa kali dalam hidup, kita pasti pernah mengucapkan kalimat pembuka tersebut.

Salah? Tentu saja tidak! Justru, hal itu sangat manusiawi. Hanya saja barangkali kita mempu meminimalisirnya dengan bersikap bijak terhadap waktu. Kita tak pernah mengerti berapa lama waktu yang tersedia bagi kita untuk melakukan atau mengatakan. Ketika kita tahu bahwa 'inilah saatnya', kadang timbul sesuatu -barangkali semacam sekat di hati- yang membuat kita menunda, dan terus menunda. Hingga waktu yang tersedia untuk kita perlahan terenggut habis.
Dan kita tak pernah bisa memutarnya kembali.

Saya pernah mendengar seseorang bicara, ketika kita mengikatkan diri pada keraguan, itu berarti kita mundur beberapa langkah. Seorang lainnya mengatakan, konon kita tidak akan pernah tau dengan siapa kita akan bertemu nanti. Dan ijinkan saya menambahkan, tidak ada seorangpun juga yang bisa menduga apa yang akan terjadi di detik berikutnya.

Saya juga pernah membaca sepenggal kalimat 'detik ini berarti hanya karena ialah detik ini'. Dan kenapa kita menyia-nyiakan sesuatu yang berarti ini untuk sesuatu yang lain yang kita sendiri tak pernah tau akan dibawa kemana? Be brave, say it!