The Shawsank Redemption
Film yang dirilis di tahun 1994. Film yang mendapat tujuh(!) nominasi Oscar termasuk kategori Best Picture. Film yang ada di urutan nomor dua di daftar film paling bagus di imdb.com setelah The Godfather Part I. Film yang dari dulu pengen banget saya tonton. Film yang akhirnya ada di tangan saya yang entah kenapa selalu tertunda untuk saya tonton. Dari belasan film yang saya pinjam, film ini yang terakhir saya tonton. Entah karena males mikir berat, atau menunggu saat yang tepat ketika saya sedang rileks-rileksnya sehingga bisa benar-benar menikmati.
Film ini sebenarnya berasal dari cerita pendek Stephen King yang judul panjangnya Rita Hayworth and The Shawshank Redemption. Hanya ada beberapa perempuan yang bermain dalam film ini, itupun dalam peran yang tidak begitu penting. Pegawai bank, pelayan toko, pemilik rumah, istri tokoh utama yang menjadi korban pembunuhan, yang semuanya muncul tak lebih dari semenit. Jadi saya tidak merekomendasikan film ini untuk Anda yang mencari romance ala Gone With The Wind atau The Way We Were.
Oh, ada tiga aktris besar yang wajahnya ikut terlihat. Rita Hayworth, Marilyn Monroe dan Raquel (Welch, mungkin. Saya tak terlalu ingat, lagipula waktu dia mulai menjadi ikon,saya belum lahir). Mereka bertiga terpampang dengan seksinya di dinding sel Andy Dufresne, sang tokoh utama.
Awalnya ketika tahu ini adalah film bersetting penjara, saya pikir mungkin akan seperti menonton The Green Mile. Ternyata berbeda, sangat berbeda. Kalau Green Mile sedikit kurang masuk akal bagi saya (meski kekurang masuk akalan itu terhapus oleh sisi humanis yang juga ditampilkan dengan luar biasa), Shawshank benar-benar...apa ya kata yang tepat untuk menggambarkannya...logis. Dan humanis, tentu saja.
Saya tidak bisa menceritakan bagaimana perasaan saya ketika menontonnya. Perasaan saya mengalir (seperti ketika nonton The English Patient dan A Beautiful Mind, tapi kali ini lebih kompleks) sepanjang saya menonton, menikmati narasi yang rapi oleh Morgan Freeman. Saya menangis, tertawa, mengernyit, sekaligus terkejut. Sampai di tengah film, saya pikir (lagi), film ini akan berkisah tentang sosok inspirasional seperti Michelle Pfeiffer di Dangerous Minds, atau Julia Roberts di Mona Lisa Smile, atau Robin Williams di Dead Poet Society. Ternyata, ceritanya berkembang jauh sekali dari tebakan saya.
Banyak quotation yang mengena di hati, atau pertanyaan-pertanyaan yang akhirnya saya kembalikan pada diri saya. Tentang harapan, tentang menghadapi kenyataan, tentang pengorbanan, tentang persahabatan.
Pernahkah Anda membayangkan bagaimana rasanya menjadi mereka yang keluar dari bui setelah puluhan tahun mereka terkurung di dalam tembok? Seperti yang dilakukan Brooks, bapak tua yang telah berada di penjara Shawshank selama 50 tahun, yang akhirnya mendapat kebebasannya. Dia menyerang salah satu rekan sepenjara agar dianggap belum layak keluar. Brooks merasa akan sulit beradaptasi dengan kehidupan di luar. Di dalam penjara, dia adalah orang penting, sementara di luar sana, ia tak akan menjadi apa-apa. Hanya seorang pria tua dengan tangan yang sudah kaku, yang pernah bersalah dan telah membayar untuk kesalahannya. Beberapa saat menikmati kebebasan, akhirnya pria tua ini memilih bunuh diri.
Mereka yang berada di dalam penjara secara spontan akan terinstitusi. Seperti yang dikatakan Morgan Freeman dalam salah satu percakapan.
"These walls are funny. First you hate 'em, then you get used to 'em. Enough time passes, you get so you depend on them. That's institutionalized."
Ah, begitu film selesai, saya masih diam tak bereaksi. Seperti yang dikatakan seorang teman dalam blognya yang baru saja saya baca, setelah melihat film ini, kita akan berpikir untuk beberapa jam atau beberapa hari ke depan.
Ya, sampai detik ini saya belum berhenti memikirkannya.