17 January 2008

ajari saya...

Kadang-kadang saya ingin belajar menjadi buta, ingin mampu menulikan telinga. Ingin menjadi tidak tau. Jika ketika 'tau' itu menimbulkan resah.
Tolong ajari saya....

perkenalkan! saya, miss-know-everything!

Yup! Itu nama baru saya! Hadiah dari Mr. Perfect. Setelah melalui pembicaraan panjang dan melelahkan, akhirnya saya tak bisa menahan keluarnya panggilan satir itu lebih lama lagi di mulut saya.
Barangkali akan menjadi sekedar gurauan bagi kami ketika tua nanti.

16 January 2008

kembali, tentang bapak murah senyum...

Setelah hampir setahun kami saling bertegur sapa setiap pagi saya berangkat dan siang saya pulang hanya dengan kata 'mari!', akhirnya hadir juga peningkatan yang saya harapkan. Tidak banyak, tapi sesuai dengan harapan saya dulu, lebih dari sekedar 'mari...'.

Beberapa hari belakangan, langit masih murah hati mencurahkan hujan, meskipun beberapa pihak menggerutu karenanya. Males ke kantor ketika pagi-pagi membuka pintu telah disambut hujan, dan keluhan-keluhan sejenis.

Satu kali, saya pulang lebih siang dari biasanya. Membawa payung merah yang memang telah menjadi penghuni tetap tas saya sejak seminggu lalu. Ketikaakan menyeberang jalan, saya melihat bapak itu dari kejauhan. Menunggu kendaraan habis agar ia bisa mencapai sisi jalan satunya. Mengenakan kaus lusuh, pemberian dari salah satu partai entah apa. Tak berpayung. Meskipun saat itu hujan tak begitu deras, namun karena ia berdiam lama di sisi jalan, tak urung saya melihat kepala dan bahunya basah juga.

Sampai akhirnya saya berdiri di sebelahnya, kendaraan tak juga berhenti. Wajar, karena waktu itu masih terhitng jam makan siang.

"Mau menyeberang, Pak?"
Dia menoleh, mulutnya terbuka membentuk senyuman. Saya melihat beberapa gigi depannya telah tanggal.
"Mari saya antar. Saya juga mau menyeberang. Sini, masuk di payung saya, biar tidak basah. Darimana tadi?"
"Oh, ini...beli ini, buat istri saya," katanya sambil menunjukkan bungkusan plastik hitam.

Dan percakapan memang sesingkat itu, karena detik berikutnya kepadatan kendaraan sudah berkurang, dan saya menggandengnya - setengah menarik - untuk menyeberang. Sampai di masjid - yang selalu terlihat bersih berkat kerajinan bapak ini - sudah banyak orang berpakaian rapi hendak sholat. Pantas saja beliau terlihat buru-buru, pasti tidak ingin ketinggalan untuk berjamaah. Sampai di depan pintu rumahnya, beliau mengucapkan terima kasih.

Perjumpaan kecil siang itu merefleksikan banyak hal-hal kecil dalam benak saya. Ingatan saya akan sebagian kecil kulit keriputnya yang baru saja saya sentuh membuat saya berpikir mengenai masa tua. Seperti apa kalau saya tua nanti? Apakah kehidupan yang saya jalani akan mampu membuat saya sedikit lebih bijak? Ataukah usia akan memikunkan saya, sehingga saya kembali menjadi kerdil, merepotkan orang-orang di sekeliling saya?

Dan mengenai pasangan jiwa. Bapak itu dan istrinya adalah pasangan jiwa bagi saya. Barangkali mereka tidak jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi mereka saling menolong ketika tua. Pengertian datang dengan sendirinya dari apa yang dijalani bersama, bukan dari banyak pembicaraan ataupun kesepakatan. Hal yang tidak bisa - atau belum bisa - saya capai, bahkan ketika usia saya hampir menginjak seperempat abad.


Selalu seperti ini. Hal-hal kecil yang berbuntut panjang dalam pikiran...

11 January 2008

2 hari lagi...

...bakalan ketemu sama dia lagi, dan saya akan kembali berada di ujung tongkatnya, menyelami petualangannya. inilah dia..