23 December 2007

tentang sosok alpha

Istilah ini pertama kali saya temukan ketika membaca buku Yann Martell, Life of Phi. Dan saya temukan lagi beberapa waktu lalu ketika sedang blogwalking.

Saya pribadi tidak bisa mendeskripsikan apa sebenarnya maksud dari 'sosok alpha'. Tapi kira-kira saya tau artinya.

Dan menoleh ke belakang, dalam benang-benang kehidupan saya yang lalu, sosok itu pernah ada. Dia menghuni dunia saya, dengan mudahnya bisa mengubah kondisi emosional saya sesuai yang dia mau. Lebih tepatnya, kebahagiaan atau kesedihan saya tergantung pada apa yang dilakukan atau tak dilakukan oleh sosok ini. Kalau Anda pernah mendengarkan lirik lagu yang menurut Anda mustahil ataupun terlalu klise semisal "you're the reason I breath" atau semacamnya, saya merasakan hal itu pada sesosok alpha ini.

Barangkali dia tak sadar, kalau sebegitu dahsyatnya pengaruh perlakuannya bagi emosi saya. Sehingga - yah, namanya juga makhluk dari mars - yang lebih sering yang dilakukannya justru yang lebih memiliki efek negatif bagi saya. Dan saya tak bisa menjelaskan pada dia seperti membuka peta dunia untuk pelajaran geografi. Perasaan adalah sesuatu yang absurd, bukan? Tak terukur.

Dan bukan salahnya juga kenapa masih ada banyak pertanyaan di kepala saya mengenai dia. Sampai saat ini. Barangkali akan saya tanyakan nanti kalau kami bertemu.

Waktu dan saya, yang membuat dia tak lagi menjadi manusia alpha. Dan ketika saya menyadari ini, saya berjanji pada diri saya sendiri, untuk tidak lagi menempatkan satu sosok alpha lain dalam hidup saya.

Menggantungkan diri kita pada seseorang tak pernah menyenangkan, bahkan jika mencintai diri kita sendiri adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan.

01 December 2007

solitude

ada lagu coldplay yang terasa begitu pas untuk suasana dingin ini...
dan ada hati yang sedang kangen di sini...

: kangen kamu

Quickie Express

Saya harus mengakui bahwa saya jarang banget nonton film Indonesia. Apalagi suka. Yang paling bikin saya males nonton adalah ketakutan saya untuk - lagi-lagi - dikecewakan. Sampai detik ini, cuma ada beberapa film yang menurut saya bagus. Bukan karena siapa yang main, siapa sutradaranya atau bagaimana gambarnya dibuat. Bagi saya, film adalah satu paket. Ketika the whole package itu bisa membuat saya terhipnotis sampai memikirkannya beberapa saat kemudian, berarti film itu bagus, menurut saya. Dan tersimpan dalam boks 'film bagus' di ingatan saya. Subyektif, memang. Tapi ketika berhubungan dengan selera, subyektifitas tak bisa diabaikan adanya.

Kurang dari lima, film Indonesia yang masuk di dalam boks. Yang menempati urutan teratas (kalau niat dibikin rating), tentu saja ARISAN! Penceritaan yang menarik, dialog yang menggelitik (yang saya sampai hafal), alur yang enak diikuti, juga karakter yang kuat dari tokoh-tokohnya. Tidak hanya itu. Saya juga harus angkat dua jempol untuk pihak-pihak dibalik meja editing, yang membuat jalan ceritanya jadi lebih menarik. Kalau tidak salah, beliau adalah Dewi S. Alibasah.

Sekian dulu tentang Arisan! Barangkali akan saya tulis mengenainya lebih panjang dalam posting selanjutnya. Tapi kali ini saya ingin bercerita tentang film yang saya tonton semalam, yang saat ini sedang berada di lorong untuk masuk ke dalam boks saya. Saya tidak tau apakah saya menyukainya. Mengenai kesan, ya...memang saya sedikit terkesan. Apakah saya memikirkannya, setelah melewati lorong exit gedung bioskop? Jawabnya iya! Bahkan sampai bangun tidur tadi pagi, saya sekilas masih mengingat beberapa adegan. Hanya saja, film ini serupa gado-gado. Ingin menyatukan dua genre. Di satu sisi, ada humor yang sangat slapstik yang membuat kita tertawa sambil memegangi perut. Lima menit kemudian, kita dibawa dalam drama haru biru yang entah kenapa, bagi saya masih sedikit ada humornya. Dan hati saya mengatakan, itu sedikit kurang pas. Tidak seperti Arisan!, ketika diceritakan Memey ditinggal oleh Ical, saya jadi tercenung dan seolah ikut merasakan penderitaannya

Tapi secara keseluruhan, saya merekomendasikan film ini untuk ditonton bareng pacar atau teman se-geng. Tidak disarankan untuk yang lagi nge-date pertama, soalnya susah buat jaim kalau bawaannya pengen ngakak terus. Ada beberapa adegan yang sampai saat ini masih terekam kuat di ingatan saya. Seperti misalnya adegan kejar-kejaran antara dua orang. Ketika capek, si terkejar dan si pengejar mendadak menghentikan aksinya bersama-sama untuk menarik nafas, dan beberapa detik kemudian melanjutkan aksi kejar-kejaran tadi. Ini mengingatkan saya pada sebuah humor lama. Juga adegan agak-agak klasik ketika Ira Maya Sopha menangis dengan latar belakang laut biru. Didukung dengan music score yang tepat, adegan tadi seolah mengingatkan kita pada vcd karaoke lagu-lagu evergreen.

Yang sangat saya sayangkan adalah porsi tampil Lukman Sardi yang menurut saya, cuma sedikit. Sebenarnya saya tak ada masalah dengan porsi tampil Tora Sudiro yang memang juga adalah sang tokoh utama. Tapi rambutnya itu entah kenapa, sangat mempengaruhi image dia di mata saya. Rambut Tom Hanks dalam The Da Vinci Code juga tak bisa dibilang berselera, tapi setidaknya dia memerankan peran serius sehingga konsentrasi penonton tidak melulu pada urusan rambut.

Anyway, film besutan Dimas Djay ini tidak mengecewakan. Saya sudah menunggu sekian lama untuk menikmati karya pria maskulin satu ini, yang sebelumnya lebih sering berurusan dengan video klip. Tapi siapa bilang sutradara video klip tak piawai membuat film? Ingat, beberapa film pendek yang dibintangi oleh para bintang Lux? Yang paling membuat saya terkesan sampai sekarang adalah "(Bukan) Kesempatan Yang Terlewat" yang menampilkan pasangan Dian Sastro-Christian Sugiono. Tidak engherankan bagi saya yang emang pecinta road movie. Perjalanan, kereta, sketsa, dan Sekali Lagi-nya Ipang ternyata mampu membuat saya menangis berkali-kali ketika ingat. Tebak siapa sutradaranya! Lasja Fauzia, yang sebelumnya dikenal sebagai sutradara videoklip.