09 October 2007

age is just a number

Semalam, salah seorang teman mengatakan ini:

"Age is just a number. I don't even fucking care!"

Saya tercenung mendengarnya. Benar juga. Orang-orang di lingkungan kita tampaknya sudah sangat terbiasa untuk peduli - untuk tidak menyebut nyinyir - dengan orang-orang di sekelilingnya. Parahnya, adalah ketika mereka mengukur segala berdasarkan isi kepala mereka. Menempatkan foto orang lain dalam frame mereka. Termasuk dalam hal usia.

Kalau usia dijadikan batasan untuk menentukan kebijakan seperti misalnya hak pilih yang secara otomatis dimiliki oleh setiap warga negara berusia di atas 17 tahun, itu saya tak mempermasalahkan. Tapi ketika usia digunakan untuk mengukur sesuatu yang absurd, kok rasanya kurang pas ya? Masalahnya setiap orang memiliki fase kehidupan yang berbeda. Lingkungan pergaulan, bahan bacaan, film yang ditonton, akan membuat setiap manusia menjadi sosok unik nan istimewa. Masalahnya, ada segelintir orang yang kurang bisa menerima perbedaan. Dan akan lebih sulit lagi kalau itu adalah orang yang dekat dengan kita. Keluarga misalnya. Untuk teman-teman yang masih single, sering kan, dengan kalimat seperti ini di acara kumpul-kumpul keluarga?

Sudah dua puluh empat, kok nggak cari pacar? Mau menikah di usia berapa?

Tak ada peraturan tertulis yang mengatakan bahwa gadis berusia dua puluh empat tahun harus sudah punya pacar, yang sebentar lagi akan mengajaknya menikah. Ah, kadang-kadang masih lagi ditambah dengan kalimat embel-embel yang bagi saya tak masuk akal.

Nggak usah pilih-pilih. Nanti malah nggak dapat. Yang penting baik, saleh dan hormat pada orang tua

Bukannya saya nggak menghargai pemikiran praktis semacam di atas, tapi memang di jaman sekarang, rasanya pemikiran seperti itu kok terkesan menyepelekan ya? Kita sedang berbicara mengenai pasangan lho, bukan piring atau sendok garpu yang semata-mata fungsional. Asal bisa buat makan dan bersih, cukup. Kalau pasangan hidup dinilai secara fungsional saja, ya memang gampang. Asal bisa bikin anak, yah...bolehlah.

Tapi kita membutuhkan sesuatu yang lebih dalam dan lebih bermakna di sini. Sesuatu yang tak dapat diukur. Sesuatu yang kita biasa sebut chemistry. Sesuatu yang akan membuat kita bertahan dari apapun.

Jadi, untuk apa usia dijadikan pembatas kehidupan. Apapun itu, itu hanyalah sebuah fase, dan tidak semua orang harus melewatinya dalam satu batas yang sama.

Some say, life begins at 40. Some other say, life begins at 30.

For me, life begins at every age of your life, as long as you want to...

3 comments:

Unknown said...

saya memilih untuk belum menikah sampai usia 27, dan nggak terlalu memperdulikan pertanyaan2 seputar itu.

tentu Kennisa punya "perhitungan" sendiri kapan harus pacaran, atau bahkan langsung ke pernikahan...

Anonymous said...

age..it's just a number, tapi kadang2 angka-angka juga bisa bikin panik..paling penting ya, making the most of life, biar angka-angka ituh ga bikin stress

ratna said...

Setuju banget soal analogi Fungsional antara mencari pasangan dan menggunakan sendok-garpu, beberapa orang tidak paham bahwa yang paling penting adalah bukan status menikah-atau-tidak nya, melainkan menemukan sahabat buat jiwa.