27 July 2007

kehilangan memang tak pernah mudah

Setiap kita pasti pernah mengalami putus cinta, penolakan ataupun perpisahan. Nggak enak banget kan rasanya? Bahkan ketika alasannya datang dari ketidaknyamanan kita, putus akan membuat kita lebih tidak nyaman lagi. Biasanya berdua, lantas jadi sendiri. Tiap kali merasa sedih selalu ada yang memeluk, sekarang kita harus mengeluarkan airmata tanpa ada yang menenangkan dengan kecupan di kening. Memang sih, selalu ada teman-teman yang siap menghibur kita. Tapi ada saja hal yang biasa dilakukan pacar yang tak bisa teman lakukan. Bukankah karena itu sebabnya mereka mendapat dua sebutan yang berbeda?

Apapun itu, kesedihan selalu mendatangkan rasa tak menyenangkan. Kehilangan selalu terasa berat. Dan melepaskan selalu menjadi hal yang paling sulit dilakukan. Seringkali hal itu menimbulkan penyesalan juga, pun ketika kita sudah sangat berusaha pada awalnya.

Ketika kakek saya meninggal beberapa bulan lalu, saya merasakannya. Ibu sudah mengabari saya untuk segera pulang, karena sakit kakek telah teramat parah. Tapi dengan seribu alasan, dan kerapkali pembenaran diri, saya terus menunda. Sampai suatu pagi, ada panggilan untuk segera pulang ke rumah. Sulit sekali mencari pengganti saya dalam situasi mendesak begitu. Dan begitulah, dalam perjalanan saya ke tempat kerja, kakek saya sudah terlebih dulu dipanggil-Nya. Saya tak pernah berhenti menyesal, tapi apa yang bisa saya lakukan?

Hal penting lain yang merupakan bagian dari kehilangan adalah penerimaan akan kehilangan itu sendiri. Butuh waktu yang tak sebentar untuk akhirnya kita bisa melepaskan seseorang atau sesuatu dengan legowo.

Semalam, saya mendengar cerita dari seseorang tak dikenal, yang spontan membuat saya menangis. Setelah kami bertukar informasi mengenai film, dia bercerita tentang kehilangan yang pernah dialami. Seorang sahabat, yang kepergiannya begitu mendadak, dan tidak hanya membuat mbak ini menangis dan sering memimpikannya. Tapi dia mengaku masih sering mencoba menelpon nomernya (bahkan ketika ia tahu tidak ada yang akan mengangkat) dan mengajaknya chatting (bahkan ketika dia tahu tidak akan dijawab). Dan mbak tersebut melakukannya dalam keadaan sadar sesadar-sadarnya. Barangkali dia hanya ingin selalu menghidupkan sosok sahabat ini dalam pikirannya saja. Nah, tidakkah cerita ini membuat kalian menangis juga?