27 February 2008

putih abu-abu

Inget nggak, waktu kita dulu masih memakai seragam putih abu-abu? Ketika otak belum dipenuhi dengan hal-hal semacam deadline, atau kita nggak perlu pusing ketika ditanya 'kapan nikah?', secara juga nggak bakal ada yang nanya. Atau alih-alih membenci hari Senin seperti sekarang, waktu masih berkostum putih abu-abu, saya paling menunggu datangnya hari Senin, soalnya bakal ketemu sama temen-temen.

Ganti gebetan seperti ganti tas, bikin geng cewek yang suka ngecengin kakak kelas saat istirahat, minta ijin ke belakang padahal ke kantin, dan hal-hal lain yang kalau kita pikir sekarang, rasanya tolol. Misalnya mengoleksi poster-poster boysband yang pernik-pernik lain seperti pin up, loose leaf, gantungan kunci dan sticker (Dulu saya ngefans banget sama The Moffats. Mereka bukan boyband, tapi karena personilnya rata-rata berwajah segar, oleh satu majalah, akhirnya masuk kategori boyband juga). Atau duduk-duduk di lapangan sewaktu jam olahraga, sementara anak-anak cowok sibuk saling berebut bola, kami para gadis membicarakan episode terbaru Dawson's Creek.

Itu cerita di sekolah. Di rumah lain lagi. Dengerin radio gaul, dan konsentrasi pada si penyiar yang kalau di dengar dari suaranya punya tampang oke, sambil bermimpi jadi penyiar radio (dan jadi kenyataan ;p). Besoknya di sekolah, menggosip tentang apa yang disampaikan si penyiar ganteng ke teman-teman satu geng.

Untuk soal asmara, geng putih abu-abu tidak pernah mau repot-repot mikir. Tidak pernah repot menganalisis hubungan, belum juga mengenal istilah Mars and Venus. Saya pernah naksir temen sekelas yang jadi idola di sekolah. Saya masih kelas 1 waktu itu. Di kelas tiga, kebetulan saya duduk sebangku dengannya, dan kami menjadi sahabat. Tidak ada istilah canggung seperti ketika kita yang sekarang ini harus berhadapan dengan mantan pacar.

Dan kenapa saya tiba-tiba teringat masa-masa tanpa beban itu? Karena saya baru saja menemukan profil gebetan saya di masa SMA. Tidak hanya satu, melainkan dua. Satu masih lajang dan lumayan dekat secara geografis, satu lagi ternyata sudah punya junior. Hahaha...saya ketinggalan rupanya...

25 February 2008

selamat datang kehidupan baru :)

Selamat untuk sahabat saya, a dad-to-be, yang tadi pagi ketika kami sempat berpapasan sejenak, saya melihat wajahnya yang tegang dalam langkahnya yang juga terburu-buru.
"Minta doanya ya, semua?" teriaknya ketiuka dia menuju parkiran.

Ooo...rupanya hari ini adalah hari bersejarah untuknya. Dia dan istrinya sedang menyambut kedatangan anggota baru dalam keluarga. Saya yakin, tak mudah bagi seorang pria untuk menghadapi persalinan istrinya. Belum ada kabar selanjutnya, tapi saya ingin berdoa, mudah-mudahan persalinannya lancar.

Saya memandang lahir-berjodoh-mati serupa sebuah siklus. Tapi saya tak bisa mengingkari, kalau hal pertama adalah yang paling saya suka. Sebuah jalan begi kehidupan baru. Selamat!

istilah jadulnya "bokek!"

Pernah nggak sih, Anda mengalami apa yang saya alami sekarang? Kita berada dalam satu rentang waktu ketika kita merasa sayaaang banget sama recehan kita. Rasanya semua yang kita keluarkan dari kantong bener-bener diperhitungkan, jangan sampai menipiskan yang sudah sangat tipis. Padahal 'jadwal tebal'nya masih beberapa hari lagi.
Hm...kelihatannya ini penyakit saya setiap menjelang akhir bulan deh. Sayangnya, ketika kantong sudah mulai tebal, saya sering lupa. Lupa menghemat, sehingga tidak mengalami masa-masa penuh tekanan ini seperti sekarang. Mau ngapa-ngapain rasanya selalu terbentur pada satu keterbatasan.
Barangkali inilah saatnya saya menuliskan resolusi tahun ini. Bukan jenis resolusi tahunan yang tertulis di jurnal dan terlupakan begitu halaman terbalik. Tapi jenis resolusi yang tertulis di pikiran, mengendap di hati dan menimbulkan 'niat'. Semoga!