kemarin, setahun lalu...
Kemarin, 22 Agustus kan? Ingat nggak, setahun lalu pada hari yang sama, kita pertama kali bertemu, sayangku.
Tak pernah menyangka, kita akan sejauh ini. Sesuatu yang sampai hari ini selalu aku syukuri.
seasons may come and go.people may appear for dissapear.but home will always be there.for us to come
Kemarin, 22 Agustus kan? Ingat nggak, setahun lalu pada hari yang sama, kita pertama kali bertemu, sayangku.
Tak pernah menyangka, kita akan sejauh ini. Sesuatu yang sampai hari ini selalu aku syukuri.
Ehm...saya memang tak biasa mengumbar kehidupan pribadi saya, apalagi di dunia maya. Tapi ini adalah moment yang terlalu spesial untuk saya simpan sendiri.
Cuma mau bilang...
Sayang, kamu pacar paling hebat di dunia :)
Saya pernah membaca satu chicklit Indonesia, Quarter Life Fear. Maaf kalau saya bilang, saya kurang begitu terkesan ketika membaca. Well, saya memang tak mengharapkan novel ini bisa menimbulkan perasaan inspired seperti ketika membaca Gone With The Wind atau Laskar Pelangi misalnya.
Quarter Life Fear, sudah saya baca beberapa waktu silam. Alur maupun karakternya seperti kebanyakan chicklit atau metropop yang sekarang menjamur di toko buku. Cerita yang nyaris seragam, karakter yang kebanyakan.
Hmm...kali ini saya tidak akan menulis review buku. Tapi tentang 'fear' itu sendiri. Ketakutan cewek manapun yang memasuki usia seperempat abad dan kelihatannya serba kurang di sana sini. Single, yang artinya belum punya pasangan serius, tapi sudah merasa dikejar-kejar usia (atau orang tua?). Pekerjaan ada, tapi finansial masih di ujung tanduk. Dikelilingi oleh orang-orang - yang sepertinya - lebih hebat sehingga memicu perasaan minder. Pernahkah merasa seperti ini, teman?
Beberapa hari lalu, saya melewatkan detik pergantian usia saya. Iya, saya sudah terhitung seperempat abad lho! Hari yang menyenangkan, ketika sahabat-sahabat dari berbagai kota mengucapkan selamat, ketika dibangunkan pagi buta oleh 'dia' dengan kecupan, meskipun lewat telpon, dan melewatkan hari dengan perasaan luar biasa bahagia.
Tidak ada ketakutan berlebihan seperti yang dideskripsikan di novel-novel chicklit atau metropop yang sering saya baca. Barangkali memang perasaan seperti ini tak bisa dikategorikan menjadi normal atau abnormal, hanya saja ketika menjalaninya sendiri, rasanya berbeda. Saya juga belum bisa dibilang berada dalam posisi mapan, baik finansial maupun emosional. Tapi entah ya, perasaan khawatir ataupun minder tidak begitu saya rasakan. Yang ada justru sebaliknya. Optimis dan yang tidak pernah berubah dari dulu, narsis!
Mungkin seharusnya saya mensyukuri itu. Sederhana ya?
Ps.
Maaf untuk para penulis chicklit dan metropop. Saya tidak bermaksud mencela, hanya sebagai perbandingan saja. Bagaimanapun, saya sangat menikmati adegan-adegan yang kadang lucu, aneh, konyol dan bikin nangis.
Seringnya nangis ketika baca ending, memang dasar manusia slang-air.
story of kennisa di 4:50 PM 2 comment
found in secangkir kopi
|
web hosting - Reviews of popular web hosts. |